ISLAMIC
INVASION
Confronting the World's
Fastest Growing Religion

bab03

LATAR BELAKANG BUDAYA ISLAM

Bab 3
Arabia Zaman Pra – Islam

Imam Islam menganggapnya sebagai penghujatan apabila ajaran Quran maupun Muhammad dikatakan bersumber pada adat-istiadat, budaya, dan kepercayaan zaman pra Islam.
Itulah sebabnya orang Muslim tidak pernah melakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan Arabia zaman pra Islam.

Jadi, hanya ahli-ahli Barat sajalah yang mengungkap sejarah masa lalu itu, untuk menemukan sumber budaya dan kesusastraan yang dimanfaatkan Muhammad guna membangun agama dan Alquran itu sendiri.
Itulah mengapa setiap referensi Barat tentang Islam selalu dimulai dengan pendahuluan yang menceritakan Arab di masa pra Islam dan pengaruhnya terhadap pengajaran dan ritus-ritus keagamaan yang dianut Muhammad.

Latar belakang sejarah Islam tidak dapat diabaikan.
Jikalau sumber dan asal usul Islam dapat ditelusuri dan ditemukan dalam kepercayaan, adat-istiadat, dan budaya Arab zaman pra Islam, berarti doktrin yang menyatakan keimanan Muhammad dan Alquran yang diturunkan langsung (dari surga dan tidak berasal dari dunia dan tangan manusia) adalah menjadi doktrin yang bermasalah.

Alasan Yang Berputar-putar
( Circular Reasoning )

Umat Islam sering kali beragumentasi dengan menggunakan jalan berpikir berputar-putar.
Mereka berdalih, Islam dan Alquran diturunkan langsung dari surga, sehingga tak mungkin ada sumber-sumber atau bahan-bahan duniawi yang dapat digunakan untuk mengkonstruksinya. Mereka selalu berasumsi demikian.
Namun para cendekiawan Barat tidak dapat menerima asumsi yang dilakukan sekenanya saja. Karena sebagaimana yang kita lihat, iman Islam dan Alquran sendiri dapat dilihat secara lengkap dan sempurna dalam lingkup kepercayaan, adat istiadat, dan budaya Arab di zaman pra-Islam.

Perhatian khusus akan diberikan pada hasil karya awal yang ditulis Julius Wellhausen, Theodor Noldeke, William F. Albright, Wendell Phillips, J. Arberry, Joseph halevy, Edward Glaser, Frank P. Albright, Richard Bell, W. Montgomery Watt, Alfred Guillaume, dan Arthur Jeffry.
Sejumlah penelitian linguistik dan arkeologi yang dilakukan sejak pertengahan ke-dua abad 19 telah mengungkapkan banyak bukti bahwa Muhammad mengkonstruksi agamanya dan Alquran dengan mengambil bahan-bahan yang berasal dari budaya Arab.

Makna Islam

Sebagai contoh awal, kata “islam” tidaklah diwahyukan dari surga atau diciptakan oleh Muhammad.
Kata “islam” adalah kata Arab yang aslinya merujuk kepada sifat kejantanan dan mendiskripsikan sosok gagah berani dan jantan dalam pertempuran.
Dr. M. Bravmann, sarjana dan ahli mengenai Timur Tengah, telah mendokumentasikan hasil kerjanya yang sangat mengagumkan, di dalam bukunya berjudul “The Spiritual Background of Early Islam.”

Islam asalnya merupakan konsep sekuler yang menunjukkan suatu bentuk keluhuran budi dalam pandangan orang Arab primitif; berani menantang maut, kepahlawanan; siap mati dalam pertempuran.11.
   M Bravmann, The Spritual Background of Early Islam.
   (Leiden: E.J. Brill, 1972).

Semula, kata “islam” sebetulnya bukan berarti ”kepatuhan” atau ”berserah diri” sebagaimana yang dikira banyak orang.
Sebaliknya, kata itu berarti kekuatan yang menjadi ciri pejuang padang pasir yang akan bertempur sampai mati buat suku bangsanya kalau mereka menghadapi rintangan yang tidak mungkin diterobos.
Kata “islam” barulah kemudian secara perlahan-lahan mengalami perubahan arti yaitu menjadi kepatuhan, atau tunduk, seperti yang didemonstrasikan oleh Dr. Jane Smith di Universitas Harvard.22.
   Jane Smith, An Historical and Semitic Study of the Term Islam as Seen in Sequence of Quran Commentaries (University of Montana Press, for Havard University Dissertations, 1970).

Kehidupan Kesukuan Zaman Pra – Islam

Aspek masyarakat kesukuan pada zaman Arab pra-Islam menjadi acuan dari banyak hal yang dapat ditemukan dalam Islam masa kini.
Misalnya, adalah sesuai dengan moral Arab pada waktu itu yang membenarkan suku yang satu melakukan penyerangan kepada suku lainnya dengan tujuan memperoleh harta kekayaan, istri, dan budak, sehingga mengakibatkan suku-suku di sana secara terus-menerus berperang antar mereka sendiri.

Suku-suku padang pasir hidup dengan menganut aturan ”mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Artinya, pembalasan selalu dicanangkan bilamana ada perbuatan yang menyakiti salah satu anggota dari suatu suku.

Sistem hukum yang kejam tersebut diikuti oleh suku-suku Arab pengembara. Bagi mereka memotong tangan kanan, kaki atau kepala seseorang merupakan hal yang wajar-wajar saja, tidak ada masalah.
Lidah dapat dipotong, telinga dipotong, bahkan mata dicungkil sebagai hukuman atas berbagai kejahatan.
Tindakan membokong seseorang kemudian menggorok leher dan mengirisnya dari telinga satu ke telinga yang lain dipandang sebagai perbuatan benar dalam situasi-situasi tertentu.
Dan algojo yang melakukannya dipandang sebagai pahlawan!
Memaksa orang menjadi budak atau menculik para wanita dan membawa mereka ke dalam harem (selir), serta memperkosa mereka, semuanya dianggap patut-patut saja.

Keadaan/kondisi Arab yang keras menciptakan pula masyarakat kesukuan yang keras di mana tindakan kekerasan menjadi norma.
Dan kekerasan masih merupakan atribut dalam masyarakat Islam.

Sebuah Contoh Di Alam Modern Ini

Pengenaan fatwa mati yang mengenaskan bagi Salman Rushdie adalah contoh dari tindakan kekerasan Arab yang dilakukan di alam modern ini.
Dihukum mati karena menulis sebuah buku yang mengungkapkan hal-hal yang tidak menguntungkan Muhammad, merupakan sesuatu yang tidak bisa dipahami atau ditoleransi masyarakat Barat.
Namun bagi orang Muslim Arab, hal itu sangat masuk akal. Doktor Montgomery Watt dari Universitas Edinburgh menyatakan:

Perlu ditekankan, orang-orang Arab tidak beranggapan bahwa membunuh pada hakekatnya adalah sesuatu yang salah. Perbuatan ini baru disebut salah kalau orang tersebut adalah anggota dari keluarga besar atau kelompok persekutuannya, karena dalam Islam ini berarti pembunuhan terhadap sesama orang beriman.

Rasa takut kepada pembalasan dendam juga akan membuat orang tidak membunuh salah satu anggota dari suku yang kuat. Namun dalam kasus lain tidak ada alasan untuk melarang membunuh.33.
   William Montgomery Watt, Muhammad’s Mecca.
   (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1988), pp. 18-19.

Di Amerika Serikat, pergerakan masyarakat Muslim kulit hitam mencatat suatu riwayat tindak kekerasan yang tidak terpuji. Tindak kekerasan tersebut termasuk membunuh pemimpin mereka sendiri!

Pembunuhan

Sungguh menarik untuk menyimak bahwa kata “assassin” dalam bahasa Inggris sesungguhnya terambil dari bahasa Arab. Bahasa Inggris mengambil kata itu dari bahasa Latin “Assassinus.” Bahasa Latin mengambilnya dari bahasa Arab “hashshashin.”
Dalam bahasa Arab kata hashshashin secara literal berarti “orang yang mengisap ganja” dan digunakan untuk mendiskripsikan orang Muslim yang menghisap ganja yang merangsang mereka hingga “mabuk religius” sebelum mereka melakukan pembunuhan atas musuh mereka.

Kata itu masuk ke khasanah perbendaharaan-kata bahasa Eropa melalui Sekte Muslim yang menamakan diri “Kelompok Assassin,” yaitu kelompok yang meyakini bahwa Allah memanggil mereka untuk membunuh sebagai tugas suci.
“Kelompok Assassin” telah menteror Timur Tengah dari abad ke-11 sampai abad ke-13 sM, bahkan Marcopolo, seorang penjelajah Barat, hingga merasa takut akan hidupnya.44.
   For the fullest account of this group, see Marshall Hodgson, The Order of Assassins. (Gravenhage: Mouton & co., 1955).
[ Pada permulaan abad ke-20 sekitar satu juta orang Kristen dari bangsa Armenia telah dibantai oleh Muslim Turki. ]

Alquran Dan Tindak Kekerasan

Jangan ada yang heran mendapati Islam bukan saja mewajarkan tindak kekerasan tetapi juga dalam situasi-situasi tertentu Islam memerintahkan tindak kekerasan.
Dalam Alquran, orang Muslim diperintahkan sebagai berikut:

SURAT 9 : 5
Perangilah orang-orang musyirik itu di mana saja kamu jumpai, dan tangkaplah mereka, kepung dan dudukilah setiap tempat pengintaian mereka.

Dan, apa yang harus dilakukan orang Muslim terhadap mereka yang menolak Islam?

SURAT 5 : 33
Pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi allah dan RasulNya adalah.... Mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berselang seling, atau dibuang dari bumi itu.

Bagi masyarakat Barat, hal-hal seperti memotong tangan dan kaki seseorang hanya karena orang itu tidak mau menerima agama Islam merupakan sesuatu yang tidak dapat dipahami sama sekali.

Kota Mekah

Perlu dijelaskan, Mekah ada di bawah penguasaan suku Quraisy sebagai lingkungan di mana Muhammad dilahirkan.
Mekah juga menjadi pusat yang paling dominan bagi penyembah berhala di segenap wilayah Arab.
Chamber’s Encyclopedia menyatakan:

Masyarakat di mana Muhammad dibesarkan merupakan lingkungan penyembah berhala. Di setiap lokasi yang berbeda terdapat dewa mereka yang berbeda-beda pula. Para dewa tersebut sering direpresentasikan dengan batu-batuan. Di berbagai tempat terdapat tempat suci pemujaan di mana ziarah dilakukan. Di Mekah terdapat tempat pemujaan yang paling penting yaitu Kaabah yang di dalamnya terdapat sebuah batu hitam, yang telah lama menjadi obyek penyembahan.55.
   Chamber’s Encyclopedia (London: International Learning Center, 1973), IX:453.

Para arkeolog telah menemukan banyak contoh karya seni zaman pra-Islam, termasuk patung-patung berhala dan simbol-simbol yang digunakan dalam upacara penyembahan.66.
   Praeger Encyclopedia of Art (New York: Praeger, 1971), pp. 68-70. Encyclopedia of World Art (New York; McGraw-Hill Book Co., 1959), I:537ff.


Encyclopedia Britannica menyatakan bahwa pusat atau sumber keuangan suku Quraisy terletak pada para kafilah dan jalur khusus perdagangan yang dilewati para penyembah berhala saat mereka menuju Mekah dengan maksud melakukan upacara penyembahan berhala di Kaabah.77.
   Encyclopedia Britannica, 15:150ff.

Kaabah

Kaum Quraisy melihat bahwa di dalam Kaabah (yang memuat 360 berhala) terdapat sebuah berhala yang disembah semua agama.
Kata Kaabah dalam bahasa Arab berarti kubus dan merujuk pada kuil batu yang berbentuk empat persegi di kota Mekah di mana baal (berhala) disembah.
Tempat pemujaan itu memuat meja sajian untuk para dewa yang berisi sesajian sehingga masing-masing dewa mendapat satu bagian.

Paling sedikit ada 360 dewa di Kaabah, dan jika ada orang asing datang ke kota dan ingin melakukan pemujaan kepada dewa lain selain ke 360 dewa-dewa yang sudah ada di Kaabah, maka dia boleh menambahkan dewa yang khusus itu di Kaabah.

Jalur perdagangan yang menguntungkan dan para kafilah yang kaya raya telah membentuk hubungan budaya antara Afrika, Timur Tengah, Negeri Timur, dan Negeri Barat.
Itulah sebabnya, tidak mengherankan, jika berbagai kisah dalam Alquran dapat ditelusuri asal usulnya kembali dari Mesir, Babilonia, Persia, India, dan bahkan dari Yunani.

Jimat Dan Jin

Dalam kehidupan religius masyarakat di zaman pra-Islam, orientasi utamanya adalah segala hal yang bersifat takhayul.
Orang-orang Arab percaya kepada “mata jahat” (kekuatan magis yang dimiliki seseorang, dengan melihat saja dia bisa menyebabkan orang lain celaka atau sial), mantera kutukan, guna-guna, batu berjimat, fatalisme (serba kodrat tidak terelakkan), kuasa gaib, dan cerita-cerita menakjubkan tentang para jin, atau peri.

Sebagian besar mereka dengan masa kanak-kanak yang pernah membaca cerita-cerita fabel yang fantastis seperti ”The Abraham Nights,” cerita Aladin dengan lampu wasiat, cerita karpet terbang, dan sebagainya.
Itulah sebabnya tidak heran kalau dalam Alquran juga dijumpai referensi-referensi mirip dengan “mata jahat,” kutukan, fatalisme, sihir dan jin-jin yang menakjubkan (Surat 55:72; 113; 114).88.
   Beside the standard references to “jinn” in Islamic dictionaries and encyclope-dias, see Dashti and Bravmann for two particularly enlightening discussions.

[ Dalam Hadis Shahih Bukhari vol I/740 dan vol 5/199, dikatakan bahwa Muhammad adalah “orang kuat” yang mengontrol jin-jin yang hidup di batu-batu, air dan pohon-pohon. Tetapi Surat 113 mengungkapkan kekhawatiran Muhammad terhadap malam gelap dan tukang-tukang sihir. ]

Di banyak negara Islam, orang Muslim masih mengenakan jimat di lingkaran leher di mana sebagian ayat Alquran dituliskan dengan maksud menolak atau membalikkan si “mata jahat.”

Kepercayaan Animisme

Orientasi dasar penduduk Arab adalah animisme. Jin laki-laki dan perempuan, atau roh-roh yang ada di pohon, di batu, di sungai, dan di gunung-gunung merupakan sesembahan mereka dan membuat mereka takut.
Batu-batu magis yang suci dipercaya mereka dapat melindungi kaumnya. Suku Quraisy telah mengadopsi sebuah batu hitam sebagai batu magis bagi sukunya, dan telah Menempatkannya di Kaabah.
Batu magis yang berwarna hitam ini dicium ketika orang-orang datang berziarah ke Kaabah. Tidak diragukan lagi bahwa batu hitam tersebut hanyalah satu asteroida yang jatuh dari angkasa luar, namun dipercayai ramai-ramai sebagai “barang langit.”99.
   Nearly all Western references works have section on the pre-Islamic history of Mecca, the Kabah, and the black stone. For example, see the Encyclopedia Britannica, 15:150ff.; Encyclopedia of Religion (ed. Eliade), 8: 225ff.; International Standard Bible Encyclopedia, I; 218.

Kaum Sabian

Agama dominan yang telah tumbuh sangat kuat sebelum masa Muhammad adalah kepercayaan yang dianut oleh kaum Sabian. Masyarakat ini menganut kepercayaan kepada benda-benda angkasa (bintang-bintang) yang menjadi sesembahan mereka.
Bulan dipandang sebagai dewa laki-laki dan matahari sebagai dewa perempuan. Berdua ini melahirkan dewa-dewa lain yakni bintang-bintang.

Mereka menggunakan kalender bulan dalam mengatur ritus-ritus keagamaan/kepercayaan mereka. Contohnya, satu bulan berpuasa diatur oleh masa peredaran bulan.
Ritus melakukan puasa dari Sabian kafir ini dimulai pada waktu munculnya bulan Sabit dan berlangsung terus sampai bulan Sabit berikutnya muncul kembali.1010.
   For further information on the Sabeans, see Encyclopedia of Religion (ed. Eliade), 1:364-365; 7:303; 8:225ff.
Hal ini nantinya diadopsi oleh Islam sebagai salah satu dari lima rukun Islam.

Ritus Penyembahan Berhala

Upacara penyembahan berhala juga memberikan kontribusi bagi lingkungan keagamaan yang daripadanya lahirlah Muhammad.
Agama dari para penyembah berhala pada zaman Arab pra-Islam mengajarkan bahwa setiap orang haruslah sujud menyembah dan bersembahyang menghadap ke arah Mekah pada saat-saat yang telah ditentukan dalam sehari.
Setiap orang harus juga melakukan ziarah ke kota Mekah untuk melakukan penyembahan di Kaabah paling tidak sekali seumur hidup.
Di Mekah, para penyembah berhala lari mengelilingi Kaabah 7 kali, mencium batu hitam, dan lari lagi sejauh satu mil menuju ke Wadi Mina untuk melempari Iblis dengan batu-batu.

[ Sebelum Islam, orang Arab menyembah berhala-berhala di dalam dan di sekitar Kaabah. Mereka mengelilingi Kaabah dalam keadaan telanjang bulat dan bertepuk tangan. Sekarang ini, orang Islam mengelilingi Kaabah dengan berpakaian Ihrom yaitu kain putih yang tidak boleh dijahit dan hanya dililitkan pada tubuh dan tetap tidak boleh pakai celana. ]

Mereka juga percaya terhadap kewajiban memberi sedekah dan mengutuk riba.
Mereka bahkan menentukan bulan tertentu di mana mereka harus berpuasa sesuai dengan kalender bulan.1111.
   This common knowledge and supported by all general reference works such as Encyclopedia Britannica and all standard encyclopedias and dictionaries on Islam.
(Dapat dipelajari pada referensi standar seperti Encyclopedia Britannica, dan standar-standar lain baik Encyclopedia maupun Dictionaries tentang Islam).

Semua mengakui bahwa upacara penyembahan berhala ini telah menjadi bagian dari kepercayaan yang diajarkan kepada Muhammad oleh keluarganya.
Jadi, tidaklah mengherankan ketika Nazar-Ali, ilmuwan dan ahli Islam bangsa Arab mencatat dalam bukunya sebagai berikut:

“Islam mempertahankan banyak aspek dari agama berhala,”1212.
   Michael Nazar-Ali, Islam: A Christian Perspective (Philadelphia: Westminster Press, 1983), p.21.
(Islam : A Christian Perspective, p.21)

Alfred Guillaume, Profesor kajian Arab di Universitas London dan juga mengajar di Universitas Princeton, dan juga Ketua Kajian Timur Tengah dan Timur Dekat, berkomentar:

Kebiasaan-kebiasaan penyembahan berhala/kekafiran telah meninggalkan bekas yang tidak terhapuskan dalam Islam, misalnya dalam upacara penunaian ibadah haji.1313.
   Alfred Guillaume, Islam (London: Penguin Books, 1954), p.6.

Profesor Augustus H. Strong menyatakan, Islam adalah ”kekafiran dalam bentuk monotheistic”.1414.
   Augustus H. Strong, Systematic Theology (Valley Forge: Judson Press, 1976 reprint), p. 186.

Agama Asing

Akhirnya pengaruh agama asing juga melanda dunia Arab pada masa pra-Islam.

Orang-orang Yahudi
Orang-orang Yahudi dalam jumlah besar pindah ke Arabia dan berkembang menjadi kelompok yang makmur tidak hanya karena usaha perdagangan tetapi juga usaha jual-beli emas dan perak.
Cerita-cerita Kitab Perjanjian Lama, dari Mishnah, dari Talmud, dan dari karya apocryphal Yahudi seperti Perjanjian Abraham, sudah dikenal dengan baik di negeri Arab zaman pra-Islam.

Kaum Zoroastria
Terdapat pula pengaruh dari agama/ajaran Zoroastrian.
Pedagang-pedagang Persia sering kali melintasi Mekah sambil menceritakan dongeng-dongeng fabel mereka yang terkenal.
Oleh karena jalur utama perdagangan melintasi kota Mekah, maka orang-orang negeri Timur seperti India dan Cina juga menyebarkan pandangan-pandangan dan kisah-kisah agama yang mereka anut kepada penduduk Arab.

Tidaklah heran kalau di Alquran terdapat cerita-cerita keagamaan yang jejak alurnya bila ditelusuri ujungnya sampai kepada agama Hindu, agama Buddha, ajaran Mythraisme, kepercayaan misteri Yunani, dan agama bangsa Mesir.

Orang-orang Kristen
Kekristenan telah diperkenalkan pada masyarakat Arabia bagian Selatan dan berkembang pesat di sana waktu Muhammad lahir.
Namun kekristenan yang diperkenalkan di Arab pada waktu itu masih dalam bentuk yang kacau dan kurang benar, dan lebih parah lagi masih bersifat bidah-bidah.

Sebagian dari pengajaran Gnostic yang kurang benar terdapat di Arabia zaman pra-Islam.
Injil-Injil Gnostic muncul pada akhir pertengahan abad ke-3 dan mencapai puncak pengaruh selama abad ke-4 sampai abad ke-7 sM.
Kehadiran pengajaran ini di Arabia pra-Islam dikenal cukup luas.

Pertanyaan Penting

Pandangan-pandangan dan ritus-ritus keagamaan yang ditemukan dalam Islam dan Alquran, dapat ditelusuri kembali pada pengaruh kehidupan keagamaan, adat istiadat, dan budaya zaman pra-Islam.
Para ilmuwan barat sampai pada kesimpulan di atas ketika mereka mengajukan pertanyaan di bawah ini.
”Kenapa Alquran tak pernah menjelaskan mengenai pandangan-pandangan atau ritus-ritus asli Islam?
Kenapa Alquran tidak pernah menguraikan makna atas kata-kata seperti ‘Allah’, ‘Islam’, ‘Mekah’, ‘Jin’, ‘Ibadah Haji’, ‘Kaabah’, dan lain-lain?”

[ Misalnya, kenapa Quran tidak menjelaskan dari mana datangnya perubahan nama TUHAN semesta alam yang sejak ribuan tahun sebelumnya selalu bernama YAHWEH di Alkitab, namun oleh Quran, oknum ini awal-awalnya disebut dengan “Rabb,” yang kemudian namaNya menjadi ALLAH?
Kapan dan bagaimana namaNya tiba-tiba ditemukan?
Bagaimana Ia memperkenalkan nama baruNya?
Apa sesungguhnya MAKNA nama tersebut menurut Allah SWT sendiri? Di mana ayatnya di dalam Alquran? ]

Satu-satunya kesimpulan rasional yang bisa dibuat yakni: Alquran tidak menjelaskan istilah-istilah tersebut di atas karena Muhammad memang menganggap siapapun yang membaca Alquran pasti telah mengenal budaya, kebiasaan, dan kehidupan keagamaan zaman pra-Islam.
Itulah sebabnya Alquran tidak pernah pula menjelaskan identitas tokoh-tokoh tersebut di atas dalam berbagai hikayat. Sebab, pembaca Alquran dianggap telah mengenal dengan baik cerita-cerita yang bersumber dari zaman pra-Islam.

Suatu Ancaman Serius

Kita menyadarinya bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas serta hasil-hasil yang diperoleh oleh para peneliti sejarah mengenai agama Islam merupakan suatu ancaman serius bagi agama Islam yang dalam ajarannya tegas menyatakan bahwa Alquran secara literal diturunkan dan bersumber dari surga jadi tidak melibatkan manusia maupun sumber-sumber dari dunia.

Kita memahami perjuangan berat bagi umat Muslim mengatasi persoalan ini. Mereka berada dalam keadaan terjepit.
Untuk menyelamatkan Alquran, mereka harus mengakui bahwa Muhammad-lah yang menjadi pengarangnya dan bukan Allah.
Dan mereka juga harus mengakui bahwa Alquran ditulis di dunia dan bukan di surga seperti yang dinyatakan sebelumnya. Hal tersebut di atas akan menggiring pada suatu penjelasan yang sudah ada sejak zaman pra-Islam.

[ Bagaimanapun Alquran memakai bahasa dunia yang terbatas. Bahasa Arab itu ‘made in Arabia’, tidak mungkin bahasa surga, sama halnya bahasa Ibrani atau Yunani sama-sama dalam ‘Induk Alkitab’ yang juga bukan bahasa langit.
Bukankah teks Arab untuk Quran awal, karena keterbatasannya, maka pada akhirnya (setelah kepergian Muhammad) mendatangkan kesimpang-siuran dalam tulisan dan pembacaan sehingga terpaksa harus didandani lagi? ]

Namun, usaha keras menyelamatkan Alquran tersebut justru akan merusak citra Alquran itu sendiri. Akhirnya, orang Muslim harus menolak mempercayai bahwa Alquran mutlak bersumber dari surga.
Jika kepercayaan terhadap sifat kesurgaan Alquran dilepas berarti Islam tidak bisa dipertahankan lagi keberadaannya. (kecuali hanya sebagai tradisi Islami saja).

Notes.
Chapter 3 – Pre Islamic Arabia.
1
M Bravmann, The Spritual Background of Early Islam (Leiden: E.J. Brill, 1972).
2
Jane Smith, An Historical and Semitic Study of the Term Islam as Seen in Sequence of Quran Commentaries (University of Montana Press, for Havard University Dissertations, 1970).
3
William Montgomery Watt, Muhammad’s Mecca (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1988), pp. 18-19.
4
For the fullest account of this group, see Marshall Hodgson, The Order of Assassins (Gravenhage: Mouton & co., 1955)
5
Chamber’s Encyclopedia (London: International Learning Center, 1973), IX:453.
6
Praeger Encyclopedia of Art (New York: Praeger, 1971), pp. 68-70. Encyclopedia of World Art (New York; McGraw-Hill Book Co., 1959), I:537ff.
7
Encyclopedia Britannica, 15:150ff.
8
Beside the standard references to “jinn” in Islamic dictionaries and encyclopedias, see Dashti and Bravmann for two particularly enlightening discussions.
9
Nearly all Western references works have section on the pre-Islamic history of Mecca, the Kabah, and the black stone. For example, see the Encyclopedia Britannica, 15:150ff.; Encyclopedia of Religion (ed. Eliade), 8:225ff.; International Standard Bible Encyclopedia, I; 218.
10
For further information on the Sabeans, see Encyclopedia of Religion (ed. Eliade), 1:364-365; 7:303; 8:225ff.
11
This common knowledge and supported by all general reference works such as Encyclopedia Britannica and all standard encyclopedias and dictionaries on Islam.
12
Michael Nazar-Ali, Islam: A Christian Perspective (Philadelphia: Westminster Press, 1983), p.21.
13
Alfred Guillaume, Islam (London: Penguin Books, 1954), p.6.
14
Augustus H. Strong, Systematic Theology (Valley Forge: Judson Press, 1976 reprint), p. 186.

Tidak ada komentar: